Kurikulum 2013 dilaksanakan mulai tahun 2013. Banyak peraturan yang
menyertainya. Untuk pengimplementasiannya, Permendikbud nomor 81a tahun
2013 menjadi acuan. Namun, karena masih adanya beberapa kesulitan,
diterbitkan Permendikbud nomor 65 tahun 2014 tentang Standar Proses.
Belum semua satuan pendidikan dasar dan menengah memahami aturan-aturan
tersebut, Oktober 2014 terbit Permendikbud nomor: 103 tentang Pedoman
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
Perangkat pembelajaran yang harus disiapkan oleh pendidk pun
mengalami perubahan komponen-komponennya. Komponen RPP, misalnya. Yang
semula harus memuat tujuan dan metode, pada peraturan terakhir kedua
komponen tersebut dihilangkan. Pada satuan pendidikan sebagian guru
telah menyusun RPP dengan menyertakan tujuan dan metode pembelajaran,
akhirnya harus merevisi dan menyesuaikan dengan aturan terbaru.
Pedoman penilaian kurikulum 2013 juga mengalami perubahan.
Permendikbud nomor : 104 tahun 2014 merupakan penyempurna peraturan
sebelumnya terkait pedoman penilaian. Hal ini kemudian banyak
dipertanyakan oleh banyak pihak, terutama para pelaku pendidikan pada
jenjang dasar dan menengah.
Pertanyaan demi pertanyaan terkait Kurikulum 2013 sampai saat ini
terus bergulir. Para pakar pendidikan juga menggulirkan permasalahan,
dapatkah penilaian otentik diterapkan di jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Yang mempertanyakan tersebut sekaligus meragukan. Pak Menteri
Kebudayaan dan Pendidikan, Anies Baswedan, tanggap akan hal tersebut.
Beliau segera merencanakan perlunya adanya pencermatan kembali
keberadaan Kurikulum 2013.
Akhirnya terkesan, Kurikulum 2013 tidak disiapkan secara matang.
Sampai saat ini pun regulasi tetap berjalan. Akibatnya, pendidik
bingung. Peserta didik juga bingung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar